Rabu, 08 Juni 2011

Peranan Hukum Adat Sebagai Hukum Tidak tertulis Yang ditaati Oleh Masyarakat

          Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Secara resmi, hukum adat diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya..

Berkaitan dengan keberadaan sistem hukum adat, dimana merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah yang sebagian besar dalam bentuk aturan tidak tertulis dan tersebar di berbagi masyarakat indonesia, sebenarnya merupakan suatu kekhasan dan kekayaan dari kemajemukan bangsa Indonesia yang seharusnya kita jaga.
Upaya untukmelestarikan budaya dan tradisi dengan sendirinya tidak akan terlepas dari upaya mempertahankan norma dan aturan adat atau kebiasaan tersebut.

Keberadaan hukum adat dan hukum pidana sebagai hukum positif akan memunculkan permasalahan mengenai bagaimana penegakan hukum harus dilakukan terhadap pelanggaran norma dan aturan adat atau kebiasaan dalam kaitannya dengan berlakunya hukum pidana. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan asas legalitas yang menentukan bahwa hukum pidana harus didasarkan pada hukum yang tertulis agar dapat dicapai suatu kepastian hukum, sedangkan hukum (pidana) adat sebagian besar tidak tertulis.

Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara Ilmiah Oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje Kemudian Pada Tahun 1893 Prof. Dr. C Snouck Hurgronje dalam Bukunya Yang berjudul
“De Atjehers” Menyebutkan Istilah Hukum Adat sebagai “Adatrecht” Yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian social ( Social Control ) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.

Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Van Vollenhoven yang dikenal sebagai Pakar Hukum Adat di Hindia Belanda ( Sebelum menjadi Indonesia).
Menurut Hukum Adat, Wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrecht kringen ).

Menurut Van Vollenhoven Hukum adat Di Indonesia bisa dibagi menjadi 23 lingkaran atau lingkungan adat, antara lain :

  1. Adat Aceh                                 13. Toraja
  2. Gayo atau Batak                        14. Sulawesi Selatan (Bugis / Makasar)
  3. Nias & Sekitarnya                     15. Maluku Utara   
  4. Minangkabau                             16. Maluku Ambon
  5. Mentawai                                   17. Maluku Tenggara
  6. Sumatera Selatan                       18. Papua
  7. Enggano                                     19. Nusa Tenggara & Timor
  8. Melayu                                       20. Bali & Lombok
  9. Bangka &Belitung                     21. Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran)
  10. Kalimantan ( Dayak )                22. Jawa Matraman
  11. Sangihe – Talaud                       23. Jawa Barat (Sunda).
  12. Gorontalo




Menurut Kansil

             Hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti perundang-undangan. Melihat definisi tersebut hukum data diketegorikan sebagai hukum tak tertulis. Karena hukum adat tidak mengenal kodifikasi terhadap aturan hukum. Hukum yang tak tertulis dapat terbentuk dari pola-pola tingkah laku (kebiasaan) masyarakat.

Di dalam melakukan inventarisasi hukum , yang perlu kita pahami adalah terdapat tiga konsep pokok mengenai hukum, yaitu :

1. Hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau  
    oleh pejabat negara yang berwenang.
2. Hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri (norma
     tidak tertulis).
3. Hukum identik dengan keputusan hakim (termsuk juga) keputusan-keputusan kepala adat.

Hukum dalam masyarakat adat
Berbicara mengenai hukum tak tertulis erat dengan keberadaan suatu masyarakat. Karena hukum tak tertulis lahir dan terbentuk dalam masyarakat.
Masyarakat adalah sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai macam individu yang menempati suatu wilayah tertentu dimana di dalamnya terdapat berbagai macam fungsi-fungsi dan tugas-tugas tertentu.

Masyarakat dapat terbentuk akibat kesamaan genalogis, kultur, budaya, agama,atau karena ada di suatu teritori yang sama.


            Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengartikan masyarakat adat sebagai “kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur secara turun temurun di wilayah geografis tertentu serta memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri”. Secara lebih sederhana kita bisa katakan bahwa masyarakat adat terikat oleh hukum adat, keturunan dan tempat tinggal.

Keterikatan akan hukum adat berarti bahwa hukum adat masih hidup dan dipatuhi dan ada lembaga adat yang masih berfungsi antara lain untuk mengawasi bahwa hukum adat memang dipatuhi. Walaupun di banyak tempat aturan yang berlaku tidak tertulis, namun diingat oleh sebagian besar masyarakatnya.

Hukum Adat. Secara historis empiris dapat ditelusuri bahwa hukum adat selalu dipatuhi oleh warga masyarakat karena adanya sistem kepercayaan yang amat berakar dalam hati warganya, sehingga mampu mengendalikan perilaku dan perbuatan para pemeluknya dari sifat-sifat negatif. Disamping itu juga karena secara material dan formal, hukum adat berasal dari masyarakat itu sendiri, atau merupakan kehendak kelompok. Oleh karena itu, kepatuhan hukum itu akan tetap ada selama kehendak kelompok diakui dan di junjung tinggi bersama, karena kehendak kelompok inilah yang menyebabkan timbul dan terpeliharanya kewajiban moral warga masyarakat.




            Hukum adat sebagai hukum tak tertulis juga memiliki kekurangan dan kelebihan sebagaimana manusia itu senditri. Karena bagaimanapun juga karena hukum tak tertulis merupakan bentukan manusia.

Kelebihan
Responsive
Tidak kaku
Sesuai dengan rasa keadilan
Kelemahan
Kurangnya kepastian hukum
Terus berubah-ubah

Memang selama ini aturan tidak tertulis sering dianggap tidak menjamim kepastian hukum karena dalam menyelesaikan suatu masalah aturan yang dipakai dapat diterapkan berbeda.
Lain dengan undang-undang yang memperlakukan semua orang sama dihadapan hukum. Padahal hal tersebut belum tentu baik, tidak selamanya seseorang melakukan perbuatan dengan motif dan alas an yang sama. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh hukum tertulis.

Hukum tak tertulis sering dianggap tidak konsisten karena dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kepentingan yang menghendakinya. Bagi kami hal ini sangat bagus karena akan menjamin rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum tertulis selama ini selalu tertinggal dari fenomena yang muncul dalam masyarakat.
Untuk itulah hukum tak tertulis melakukan back up terhapad undang-undang.

Dalam kaitannya dengan kesadaran dan kepatuhan hukum, terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara hukum adat dengan hukum positif. Kesadaran masyarakat adat terhadap norma-norma baik dan buruk adalah secara sukarela sebagai akibat adanya kewajiban moral tadi, sedangkan kesadaran hukum manusia modern adalah karena adanya sifat memaksa dari hukum tersebut. Dengan demikian, kepatuhan hukum masyarakat modern-pun bukan karena di junjung tingginya aturan-aturan hukum, tetapi lebih disebabkan oleh ketakutan terhadap sanksi atau ancaman yang diberikan oleh hukum.

Pada dasarnya hukum adat dipatuhi karena:
Hukum adat berasal dari masyarakat itu sendiri. Konsekwensinya adalah masyarakat harus mematuhi aturan tersebut.
Sesuai dengan jiwa dan rasa keadilan yang dimiliki oleh masyarakat
Memiliki akibat hukum yang apabila tidak ditaati akan menimbulkan sanksi bagi para pelakunya.

Walaupun tidak tertulis namun hukum adat mempunyai akibat hukum terhadap siapa saja yang melanggarnya. Norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam hukum adat sangat dipatuhi dan dipegang teguh oleh masyarakat adat.

Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.
Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.